Cara Cerdas Menanggapi berita Hoax,- Saat ini memanfaatkan media massa dan media sosial sebagai kekuatan dalam membenamkan keyakinan masyarakat sedang berkembang pesat di negeri ini.
Banyak di antara media online yang terus membumingkan berbagai informasi tanpa memikirkan baik buruknya. Bagi mereka, yang terpenting hanyalah produk mereka laku dipasaran. Tak jarang pula informasi-informasi yang disajikan sering dibubuhi dengan berita opini (pendapat pribadi semata), bahkan lebih parahnya lagi, banyak diantara mereka yang berani menyebarkan berita bohong atau hoax.
Ambrolnya penyaring informasi, melemahnya atensi publik untuk membaca buku dan koran, beralihnya para penduduk negeri ini pada gawai (gadget), menjadikan peluang bagi mereka untuk mempengaruhi, bahkan dengan cara yang tak Islami. Lalu, bagaimana cara kita menanggapi hal (informasi) tersebut ?
Sebelumnya kita harus mengetahui dulu bagaimana kebiasaan masyarakat kita. Memang tak dapat dipungkiri, bahwa mayoritas masyarakat kita adalah masyarakat penonton, bukan masyarakat pembaca. Saat ini banyak diantara kita yang terombang ambing dengan sebuah cerita sinetron, telenovela dan infotainment.
Dan belakangan ini, masyarakat kita tengah terninabobokan oleh gadget. Ada kenyamanan secara psikologi dengan berbagai tawaran di dalamnya. Fenomenanya luar biasa. Sumber hiburan ada dipegangan tangan. Jika seseorang menonton film hanya sekitar sejam dua jam, tapi dengan medsos bisa sampai seharian. Sekarang ini berrmedsos bukan untuk menambah wawasan, tapi lebih kepada menyenangkan diri.
Orang-orang cerdas memanfaatkan gejala ini untuk share berita yang manfaat. Akan tetapi arus derasnya tak terkawal. Akhirnya air bening pun bercampur lumpur. Pada gilirannya, semua ditelan tanpa dicerna. Sebagian tercerahkan dan menjadi cerdas. Sebagian lagi terpuruk dalam pertikaian tanpa henti. Yang penting dibuang. Yang tak penting digoreng menjadi bahan pertengkaran. Itulah yang sekarang terjadi di negeri ini.
Dan jalan satu-satunya agar kita terlepas dari jeratan itu adalah menggemakan kembali literasi. Karena saat ini gaung itu melemah. Kita yang selaku penerima berita harus lebih kritis, mencari bukti, serta mempertanyaan keabsahan suatui informasi yang masuk ke telinga kita, terutama tentang isu yang menyangkut politik dan agama.
Karena jika kita tidak bersikap demikian (berpikir kritis, mencari bukti, dan mempertanyakan), kita akan mudah terprovokasi, kita akan terbawa arus. Lebih parahnya lagi, kita akan menjadi bagian dari penyebar kebencian, penyebar berita palsu, menjadi bagian dari pemecah belah umat, dan menjadi bagian dari rusaknya kedaulatan NKRI.
Kita yang sebagai penerima berita, harus bisa memfilter segala jenis berita yang masuk ke telinga kita. Memfilternya dengan ilmu dan adab. Jangan sampai kita ikut-ikutan menshare berita yang belum jelas kebenarannya hanya karena berita tersebut mendukung terhadap kebencian atau kecintaan kita.
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al Hujurat: 6).
Oleh sebab itu, pada ayat di atas mengandung makna implisit yang mengungkapkan bahwa:
Banyak di antara media online yang terus membumingkan berbagai informasi tanpa memikirkan baik buruknya. Bagi mereka, yang terpenting hanyalah produk mereka laku dipasaran. Tak jarang pula informasi-informasi yang disajikan sering dibubuhi dengan berita opini (pendapat pribadi semata), bahkan lebih parahnya lagi, banyak diantara mereka yang berani menyebarkan berita bohong atau hoax.
Ambrolnya penyaring informasi, melemahnya atensi publik untuk membaca buku dan koran, beralihnya para penduduk negeri ini pada gawai (gadget), menjadikan peluang bagi mereka untuk mempengaruhi, bahkan dengan cara yang tak Islami. Lalu, bagaimana cara kita menanggapi hal (informasi) tersebut ?
Sebelumnya kita harus mengetahui dulu bagaimana kebiasaan masyarakat kita. Memang tak dapat dipungkiri, bahwa mayoritas masyarakat kita adalah masyarakat penonton, bukan masyarakat pembaca. Saat ini banyak diantara kita yang terombang ambing dengan sebuah cerita sinetron, telenovela dan infotainment.
Dan belakangan ini, masyarakat kita tengah terninabobokan oleh gadget. Ada kenyamanan secara psikologi dengan berbagai tawaran di dalamnya. Fenomenanya luar biasa. Sumber hiburan ada dipegangan tangan. Jika seseorang menonton film hanya sekitar sejam dua jam, tapi dengan medsos bisa sampai seharian. Sekarang ini berrmedsos bukan untuk menambah wawasan, tapi lebih kepada menyenangkan diri.
Orang-orang cerdas memanfaatkan gejala ini untuk share berita yang manfaat. Akan tetapi arus derasnya tak terkawal. Akhirnya air bening pun bercampur lumpur. Pada gilirannya, semua ditelan tanpa dicerna. Sebagian tercerahkan dan menjadi cerdas. Sebagian lagi terpuruk dalam pertikaian tanpa henti. Yang penting dibuang. Yang tak penting digoreng menjadi bahan pertengkaran. Itulah yang sekarang terjadi di negeri ini.
Dan jalan satu-satunya agar kita terlepas dari jeratan itu adalah menggemakan kembali literasi. Karena saat ini gaung itu melemah. Kita yang selaku penerima berita harus lebih kritis, mencari bukti, serta mempertanyaan keabsahan suatui informasi yang masuk ke telinga kita, terutama tentang isu yang menyangkut politik dan agama.
Karena jika kita tidak bersikap demikian (berpikir kritis, mencari bukti, dan mempertanyakan), kita akan mudah terprovokasi, kita akan terbawa arus. Lebih parahnya lagi, kita akan menjadi bagian dari penyebar kebencian, penyebar berita palsu, menjadi bagian dari pemecah belah umat, dan menjadi bagian dari rusaknya kedaulatan NKRI.
Kita yang sebagai penerima berita, harus bisa memfilter segala jenis berita yang masuk ke telinga kita. Memfilternya dengan ilmu dan adab. Jangan sampai kita ikut-ikutan menshare berita yang belum jelas kebenarannya hanya karena berita tersebut mendukung terhadap kebencian atau kecintaan kita.
"Jangan mempercayai suatu berita begitu saja hanya karena berita tersebut mendukung terhadap kebencian atau kecintaan kita."Dalam hal ini, Allah swt telah lebih dulu memerintah kita untuk berpikir kritis, mencari bukti, serta mempertanyakan sumber berita yang kita terima. Hal ini tertuang dalam Qs. Al-hujarot:06
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al Hujurat: 6).
Oleh sebab itu, pada ayat di atas mengandung makna implisit yang mengungkapkan bahwa:
Dimanapun kita berada, dalam situasi apapun kita ada, dan dengan siapapun kita bersua, jangan pernah kehilangan akal sehat, jangan pernah kehilangan nalar tawazun, kita harus selalu berimbang, dan jangan pernah menerima informasi mentah dari satu pihak, kita harus selalu mendengar dari pihak lain. Dan jangan pernah memutuskan sesuatu hanya karena banyak orang memercayainya.
"Biarlah mereka bersikap bodoh dan menghina, dan tetaplah kita bersikap santun.Karena kayu gaharu pun akan semakin wangi ketika ia disulut api."
(Imam Syafi'i)
Garis bawah: |
"Berita palsu hanyalah sebuah gejala, penyakit sesungguhnya
adalah berkurangnya keingintahuan kita dalam mencari bukti, mempertanyakan, dan berpikir kritis.”
Elfaqru,-
|
1 komentar so far
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny
EmoticonEmoticon