BELAJAR MENYIKAPI KESEMPITAN HIDUP

Menyikapi Kesempitan Hidup-Ruang RenunganBelajar Menyikapi Kesempitan Hidup,- Suatu hari seorang pemuda mengadukan kesempitan dan kegelapan masalahnya kepada gurunya. Ia merasa bahwa beban yang kini menindihnya serasa sangat berat, dan terasa sudah buntu. Ia sama sekali tidak menemukan faktor penyebabnya, apalagi jalan keluarnya. "Diamlah sampai Allah memberikan cahaya kepadamu." demikian jawab sang guru.

Pemuda itu mengkerutkan kening, hatinya agak tak puas dengan jawaban sang guru. Namun ia berusaha untuk menjadi seorang murid yang sami'na wa atho'na (Mendengar dan taat).  Ia pun tidak berani menanyakan maksud dari ucapan gurunya itu. Yang ia lakukan hanyalah manut atas perintah sang guru, meskipun ia tidak tahu hikmah dibalik perintah itu. 


Waktu demi waktu bergulir, di tengah kesibukan diri yang tenggelam pada rutinitas, ia sempatkan waktu luangnya untuk membaca sebuah kitab karya ulama klasik. Ia pun mulai membuka lembar demi lembar kitab Jami' Al-Ushul fil Aulia hingga sampai pada halaman 49. 
Betapa terkejutnya pemuda itu saat menemukan jawaban dari apa yang telah diperintahkan gurunya. Allah seakan-akan telah memberikan cahaya terang benderang kedalam hatinya.

“Kesempitan ibarat malam yang gelap dan kelapangan itu ibarat siang yang terang.

Kesempitan hidup ada yang jelas sebabnya, ada yang tanpa sebab.
Sebab kesempitan hidup ialah:
1. Dosa yg kita lakukan. Terapinya ialah bertaubat.
2. Hilang atau berkurangnya dunia. Terapinya ialah ridha, pasrah diri dan penuh keyakinan.
3. Disakiti seseorang. Terapinya ialah sabar, tenang dan teguh diri.”

Pemuda itu merenung dalam-dalam. Wajahnya menunduk. Perlahan tapi pasti, ia merasa seperti ada cahaya yang masuk, menghilangkan kegelapan masalahnya. Hatinya pun berbisik.


“Saat disakiti seseorang jangan ditambah dengan menyakiti diri sendiri akibat salah dalam menyikapi masalah. Ketika disakiti, bersabar dan berlapang dadalah. Sehingga dapat memaafkan dan toleran. Bahkan akan datang anugerah cahaya ridha, sehingga dapat menyayangi kepada yang menyakiti dan mendoakan yang baik untuknya. Itulah akhlaq para shiddiqin (orang jujur), ruhama (pengasih) dan mutawakil (orang yang berserah diri kepada-Nya).
Adapun untuk kesempitan yang tanpa sebab, maka wajib diam. Yakinlah bahwa gelapnya malam pasti akan berlalu dengan munculnya siang kelapangan melalui bintang ilmu, bulan tauhid atau matahari ma'rifat.”

Pemuda itu pun lirih mengucapkan tasbih dengan napas lega “Subhanallah...”  Ia  pun menyangsikan bahwa apa yang dikatakan gurunya adalah sebuah kebenaran. Saat ada masalah yang tanpa sebab, maka diamlah. Sampai Allah memberikan cahaya. Yaitu cahaya ridha.

Cirinya saat kita memaafkan dan toleran, bahkan bisa menyayangi orang yang menyakiti dan mendoakannya dengan doa yang baik. Sebagaimana apa yang diucapkan oleh pemimpin para ruhama; Rosulullah saw ketika beliau dilempari batu oleh penduduk Thaif.


رَبِّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ قَوْمٌ لاَ يَعْلَمُوْنَ

"Ya Allah ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui" 



Baca Juga:


EmoticonEmoticon