Dalil Merayakan Maulid Nabi saw,- Kelahiran Nabi Muhammad saw merupakan curahan rahmat dalam sejarah kehidupan manusia. Hal ini telah dibuktikan oleh seorang penulis non muslim bernama Michael H. Hart dalam bukunya yang berjudul 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia. Dalam buku tersebut, ia memosisikan Nabi Muhammad saw diurutan pertama, karena track record beliau yang sangat mengagumkan.
Dimana bangsa Arab yang tadinya penuh dengan pertumpahan darah, kebodohan-kebodohan, dan perbudakan. Akan tetapi setelah lahirnya Rasulullah saw dan membawa risalah langit, secara drastis hanya dalam kurun waktu kurang lebih 60 tahun, bangsa Arab manjadi bangsa yang memiliki peradaban nomor satu dibanding bangsa-bangsa lain (Seperti Romawi dan Persia). Maka dalam hal ini sudah sepantasnya bagi kita selaku umatnya untuk bersyukur dan bergembira atas lahirnya insan paripurna yang mengubah peradaban dengan waktu singkat. Sekaligus sebagai ungkapan rasa cinta.
Dalil Pertama
Sebagaimana sabda beliau saw:
“Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggamanNya. Tidaklah sempurna iman kalian sehingga aku lebih dicintainya daripada orangtua dan anak-anaknya.” (HR. Bukhari)
Dan bagi kami, peringatan maulid Nabi saw merupakan salah satu bukti atau ekspresi rasa syukur dan kegembiraan kami akan kelahiran baginda Nabi saw. Dan kegembiraan kita akan kelahiran baginda Nabi Muhammad saw ke dunia ini merupakan suatu perintah dari Allah, sebagaimana yang tertuang dalam QS. Yunus : 58
“Katakanlah : ‘Dengan (sebab) karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karena Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
Sahabat Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu menerangkan bahwa fadl (karunia) adalah ilmu, sedangkan rahmat adalah kehadiran Nabi Muhammad saw. Di samping itu, perayaan maulid Nabi juga bisa disimpulkan dari makna umum firman Allah dalam Qs. Ibrahim : 5
وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
“... dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang yang bersabar juga bersyukur.”
Ayat di atas tidak diragukan lagi bahwa hari kelahiran Nabi Muhammad saw merupakan salah satu hari Allah yang sangat penting. Dari sini memperingatinya berarti mematuhi perintah-Nya, dan hal tersebut jelas bukan termasuk suatu perbuatan yang bertentangan dengan syariat (bid’ah atau sesat).
Dalil Kedua
Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya:
عَنْ اَبِيْ قَتَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ اْلِاثْنَيْنِ ؟ فَقاَلَ ذَلِكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ اَوْ اٌنْزلَ عَلَيَّ فِيْهِ
Dalam hadits ini terdapat sebuah makna implisit (isyarat) bahwasanya Rasulullah saw mensyukuri hari kelahirannya dengan berpuasa pada hari senin. Inilah nash yang shohih dan shorih (jelas) tentang peringatan maulid nabi. Inilah bentuk pengagungan dan rasa syukur Rasulullah kepada Allah atas nikmatNya yang agung kepada beliau saw.
Beliau saw mengungkapkan rasa syukurnya dengan berpuasa. Ini semakna dengan perayaan maulid Nabi dalam benntuk dan cara yang berbeda, namun memiliki tujuan yang sama. Yaitu sebagai bentuk rasa syukur atas lahirnya baginda Nabi tercinta. Oleh karena itu perayaan maulid tidak terbatas dengan puasa saja, bisa dengan sedekah, dzikir, salawat, mendengarkan sirah nabawiyyah, ataupun amal ibadah lainnya. Hal tersebut di tegas oleh Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar As-Qalany, sebagaimana yang di kutip oleh Al-Imam Jalaluddin As-Suyuti.
“Adapun perkara yang dikerjaka di dalamnya (perayaan maulid), hendaklah dibatasi pada sesuatu yang merupakan rasa syukur kepada Allah Ta’ala sebagaimana yang telah disebutkan, yaitu membaca Al-Qur’an, memberikan makanan, sedekah, melantunkan puji-pujian kepada nabi dan kezuhudan yang dapat menggerakan hati untuk melakukan kebaikan dan beramal untuk akhirat.” (Lihat Husn Al-Maqsudshad fii ‘Amal al-maulid. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1985. h, 63.)
Sementara itu Imam As-Suyuti menafikan orang yang mengatakan tidak menemukan dalil dalam Al-Qur’an dan hadits tentang perayaan maulid nabi dengan mengatakan : “Tidak menemukan bukan berarti tidak ada.” Bahkan beliau juga mendukung pendapat Imam Ibnu Hajar yang menemukan dalil lain tentang keharusan mengagungkan kelahiran nabi. Beliau berkata :
“Sungguh sangat jelas bagiku (As-suyuti) apa yang diriwayatkan dari sumber yang berbeda (Imam Ibnu Hajar) yaitu apa yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dari Anas bahwa Nabi saw, mengaqiqahkan dirinya sendiri sesudah masa kenabian, padahal kakeknya telah mengaqiqahkannya pada usia tujuh hari dari kelahirannya. Adapaun aqiqah tidak ada pengulangan untuk ke dua kalinya.
Oleh karena itu, apa yang dilakukan nabi saw menerangkan rasa syukur beliau karena Allah telah menjadikannya sebagai rahmat bagi semesta alam, dan sebagai landasan bagi umatnya. Maka dari itu, boleh dan layak (mustahab) bagi kita untuk menanamkan rasa syukur atas kelahiran Nabi dengan mengumpulkan kaum muslimin, menyajikan makanan atau semacamnya sebagai perwujudan mendekatkan diri kepada Allah dan menunjukan kegembiraan atas kelahiran beliau saw.”
Sementara itu, Imam Ibnu Taimiyyah mengatakan : “Jadi, mengagungkan maulid dan menjadikannya sebagai trasi tidak jarang dilakukan oleh sebagian orang, dan ia memperoleh pahala yang sangat besar karena tujuannya yang baik serta sikapnya yang mengagungkan Rasulullah saw.” (Ibn Taimiyah, Iqtidha’ Al-Shirath Al-Mustaqim. Beirut : Darul Ma’rifah, h. 297)
Betapa jelasnya dalil perayaan maulid Nabi saw, selain berpuasa hari Senin, Rasulullah juga mengungkapkan rasa syukur atas dilahirkannya ke dunia ini sebagai rahmatan lil ‘alamin dengan beraqiqah untuk yang kedua kalinya. Maka sudah sepantasnya kita sebagai umatnya turut bersyukur bersama saudara-saudara kita untuk merayakan maulid nabi sebagai bentuk kegembiraan dan rasa syukur kita atas hadirnya beliau saw, dan juga untuk mempererat ukhwah Islamiyyah di antara kita.
Dan jika dalilnya sudah benar-benar jelas, kita tidak perlu menanggapi syubhat-syubhat serta tuduhan miring para pengingkar maulid. Cukuplah apa yang di katakan Syekh Ali Jum’ah (salah seorang mufti Mesir) menjadi penentram kita. “Tidaklah perlu diperhatikan pandangan orang yang nyeleneh dan melawan arus kesepakan amali umat dan pendapat para ulama.”
tambahan:
Sementara itu, ketika saya masih duduk di bangku tingkat 3 perkuliahan (2014) seorang dosen lulusan Pesantren terbaik dunia (Darul Musthofa, Hadramaut-Yaman) dan lulusan terbaik dari Universitas Al-Ahqof Yaman, pernah berkata kepada saya:
"Jika perayaan maulid selalu ditentang dan dilarang oleh sebagian umat Islam, maka kita hanya tinggal menunggu waktu saja jika generasi - generasi kita berikutnya tidak akan mengenal perjalanan hidup dari sang nabi, akhlaq mulya, dan kelembutan hati beliau saw yang dicontohkan para ulama secara mutawattir. Mereka hanya tau dari buku - buku bacaan saja, sedangkan buku bacaan tidak dapat memberi contoh keteladanan."
Allahu A’lam Bish-Shawab
Semoga Bermanfaat !
EmoticonEmoticon